SOLOPOS.COM - Femas Anggit Wahyu Nugroho (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Dunia pendidikan Indonesia pada masa Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim terlihat mengalami transformasi dengan kebijakan Kurikulum Merdeka dan narasi besar Merdeka Belajar.

Banyak program yang diluncurkan, antara lain, merdeka belajar kampus merdeka (MBKM), guru penggerak, awan penggerak, dan platform merdeka mengajar (PMM).

Promosi Sejarah KA: Dibangun Belanda, Dibongkar Jepang, Nyaman di Era Ignasius Jonan

Terlihat program-program Nadiem berupaya membawa hawa baru dalam dunia pendidikan kita. Unggahan klaim-klaim keberhasilan mengenai program Merdeka Belajar banyak berseliweran di media sosial Instagram.

Di akun instagram Nadiem sempat diunggah video potongan-potongan testimoni dari anggota DPR. Isinya adalah apresiasi dan narasi bahwa program Merdeka Belajar telah memberi dampak yang signifikan sehingga Merdeka Belajar wajib untuk dilanjutkan.

Di sisi lain ketika melihat kolom komentar tampak sangat bertolak belakang dengan yang ditampilkan pada unggahan tersebut. Masih banyak dijumpai keluhan dan permasalahan pada tataran praksis.

Ketika saya telusuri lebih lanjut, ternyata banyak akun Instagram yang menyuarakan permasalahan di tataran praksis. Mereka mengeluhkan beban administrasi yang malah bertambah berat.

Guru-guru kini beralih dari beban administras mengisi aneka formulir  ke beban administrasi digital di aplikasi PMM karena tuntutan dinas pendidikan setempat.

Mengemuka pula keluhan tentang sarana dan prasarana yang masih belum merata sampai tentang pengastaan guru yang terbentuk oleh program guru penggerak dan yang terbaru adalah terbentuknya guru konten kreator (GKK).

Selain masalah di jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah, dijumpai pula masalah di jenjang pendidikan tinggi. Banyak berita yang berseliweran akhir-akhir ini mengenai meroketnya biaya kuliah di banyak perguruan tinggi.

Melihat kontradiksi antara narasi klaim keberhasilan dengan ungkapan aneka masalah di kolom komentar menimbulkan beberapa pertanyaan. Manakah sebenarnya yang mencerminkan kondisi nyata pendidikan kita?

Apakah pendidikan kita benar-benar telah mengalami transformasi sebagaimana dinarasikan oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi dan jajarannya dan mereka yang mendukung penuh program-programnya?

Benarkah semua yang tercantum di kolom komentar bahwa dunia pendidikan kita saat ini masih banyak yang perlu dibenahi? Bagaimanakah sikap  pemerintah seharusnya dalam menanggapi fenomena ini?

Menarik untuk sejenak mengingat kembali sejarah masa lampau mengenai bapak pendidikan kita Ki Hadjar Dewantara. Dia pernah membuat tulisan dengan judul Als ik eens Nederlaander was (Andai Aku Seorang Belanda) yang dimuat di surat kabar De Express milik Indische Partij pada 1913.

Tulisan tersebut mengkritik keras penguasa kolonial Belanda yang hendak mengadakan pesta kemerdekaan, namun biayanya didapat dengan menarik upeti dari pribumi.

“Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya,” demikian salah satu kalimat tulisan Ki Hadjar Dewantara.

Tulisan legendaris ini membuat Belanda marah sehingga mengakibatkan Ki Hadjar Dewantara diasingkan. Kiranya memang kurang tepat menyandingkan fenomena kontradiksi yang terjadi di dunia pendidikan kita dengan bagian pengalaman sejarah pada masa kolonialisme itu.

Walakin, tulisan Ki Hadjar Dewantara tersebut memberikan inspirasi kepada saya mengenai bagaimana seharusnya pemerintah bertindak. Pemerintah harus tahu diri dalam segala kebijakan yang dibuat dan penerapannya.

Bagaimanapun orientasi pemerintah haruslah berfokus pada kemerataan dampak kebijakan. Jika masih ada masalah di tataran praksis, seharusnya masalah itulah yang mendapat sorotan paling terang untuk dicarikan solusi.

Bukan malah berfokus pada membangun narasi keberhasilan dan melakukan klaim-klaim sepihak dengan mengambil beberapa sampel. Suara-suara tentang aneka masalah di tataran praksis tampaknya memang belum mendapat perhatian pemerintah.

Suara-suara itu hanya bagaikan debu yang merasuk ke hidung pemerintah, membuatnya bersin lalu mengelapnya dengan tisu, dan suara-suara itu berakhir di tempat sampah.

Narasi keberhasilan yang diglorifikasi oleh pemerintah berpotensi menutup masalah esensial pendidikan yang sebenarnya masih begitu terasa di tataran praksis.

Transformasi pendidikan pada faktanya belum begitu transformatif. Masih banyak masalah di dunia pendidikan kita yang harus dibenahi. Tentang kejahteraan dan kompetensi guru yang masih belum terpecahkan hingga sekarang. Tentang beban administrasi guru.

Tentang kemerataan sarana dan prasarana. Ihwal kemerataan sebaran guru. Ihwal kemerataan akses pendidikan. Ihwal meroketnya biaya pendidikan tinggi. Tentang tingkat partisipasi keluarga dan masyarakat.

Budaya feodalisme masih begitu melekat dalam dunia pendidikan kita. Ini juga masalah mendasar yang tak kunjung selesai. Masih begitu banyak masalah di dunia pendidikan kita.



Andai saya seorang menteri pendidikan, alih-alih terburu-buru membangun narasi keberhasilan melalui media massa dan media sosial, saya akan dengan berani memberi ruang yang luas bagi keluhan, permasalahan, bahkan kecacatan penerapan kebijakan saya.

Saya akan memberi tempat untuk mendudukperkarakan dunia pendidikan kita dengan para pengamat, ahli, dan praktisi. Dengan begitu, terjadi dialektika antara kebijakan dan masalah sehingga dapat dicarikan solusi untuk mengatasi dan membawa dunia pendidikan ke arah yang lebih baik.

Harapan saya, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi bisa bersikap demikian. Kita tidak perlu terburu-buru merayakan pesta pora klai keberhasilan penerapan kurikulum.

Kita lebih butuh banyak perenungan dan diskusi bersama demi masa depan dunia pendidikan Indonesia yang lebih baik.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 4 Juni 2024. Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Muria Kudus, Jawa Tengah)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya