SOLOPOS.COM - Suasana di terminal keberangkatan Bandara Adi Soemarmo Boyolali. Foto diambil beberapa waktu lalu. (Solopos.com/Ni’matul Faizah)

Kementerian Perhubungan  telah menerbitkan Keputusan Menteri Nomor 31/2024 atau KM 31/2004 tentang Penetapan Bandar Udara Internasional pada 2 April 2024 lalu.

Penetapan peraturan menteri itu membuat 17 bandara tersingkir dari status internasional, menyisakan hanya 17 bandara saja yang berstatus melayani penerbangan luar negeri.

Promosi Pramudya Kusumawardana Bukti Kejamnya Netizen Indonesia

Bandara Adi Soemarmo di Boyolali dan Bandara Ahmad Yani di Kota Semarang termasuk bandara yang tak lagi berstatus bandara internasional.

Penurunan status bandara dari bandara internasional menjadi hanya bandara domestik sebenarnya bukan masalah, tidak perlu memunculkan kontroversi dalam konteks pengembangan dan pemberdayaan daerah.

Data Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan menunjukkan dari 34 bandara internasional periode 2015-2021, bandara yang melayani penerbangan niaga berjadwal luar negeri, dari dan ke berbagai negara, hanya Bandara Soekarno-Hatta (Jakarta), Bandara I Gusti Ngurah Rai (Bali), Bandara Juanda (Surabaya), Bandara Sultan Hasanuddin (Makassar),  dan Bandana Kualanamu (Medan).

Bandara-bandara internasional lainnya hanya melayani penerbangan jarak dekat dari/ke satu atau dua negara. Sebagian bandara internasional lainnya hanya beberapa kali melayani penerbangan internasiona.

Ada bandara yang berstatus internasional yang sama sekali tidak melayani penerbangan internasional. Dua realitas kinerja bandara yang terakhir ini menyebabkan operasional menjadi tidak efektif dan tidak efesien.

Sebenarnya bandara yang status penggunaannya sebagai bandara domestik pada prinsipnya tetap dapat melayani penerbangan luar negeri untuk kepentingan tertentu secara temporer (sementara).

Ketika ada penerbangan dari luar negeri yang hendak menuju bandara tak berstatus bandara internasional, misalnya karena ada acara tertentu yang melibatkan peserta dari banyak negara, jalur penerbanagan internasional bisa selekasnya dibuka.

Tujuan penetapan 17 bandara internasional yang menyebabkan sejumlah bandara internasional turun status itu secara umum adalah untuk mendorong sektor penerbangan nasional. Beberapa bandara yang jarang melayani penerbangan internasional justru mengumpan para penumpang di hub luar negeri.

Mekanisme demikian sama sekali tidak mendukung pengembangan dan pemberdayaan bandara dalam negeri, hanya menguntungkan bandara di luar negeri tersebut.

Label internasional yang tidak membawa manfaat signifikan memang harus dievaluasi, apalagi terkait dengan biaya operasional. Jauh lebih penting memberdayakan potensi kawasan sehingga layak ”mendapat” bandara internasional daripada punya bandara internasional, namun sebenarnya kawasan di sekitarnya tak layak menjadi tujuan penerbangan internasional.

Ketika Bandara Adi Soemarmo turun status, tak lagi menjadi bandara internasional, tentu disesuaikan dengan realitas pelayanan penerbangan di bandara ini.

Ini harus dimaknai sebagai tantangan untuk meningkatkan lagi promosi kawasan Soloraya—tak hanya Kota Solo—sehingga menarik lebih banyak pangsa pasar bisnis dan pariwisata.

Ketika kawasan Soloraya—dengan pusat Kota Solo—memang telah diberdayakan dan menyebabkan aneka sumber daya di dalamnya meniscayakan penerbangan internasional, tentulah Banda Adi Soemarmo sangat layak berstatus bandara internasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya