SOLOPOS.COM - Jafar Sodiq Assegaf (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Pemerintah mengeluarkan kebijakan baru tentang tabungan perumahan rakyat atau tapera yang akan memotong upah atau gaji pekerja berstatus aparatur sipil negara dan pekerja swasta sebesar 3%. Hal ini menuai kritik dari berbagai pihak.

Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 yang mengubah Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Upah atau gaji pekerja dipotong 3% tiap bulan untuk iuran tapera.

Promosi Championship Series, Format Aneh di Liga 1 2023/2024

Potongan 3% upah pekerja untuk iuran tapera itu dibagi menjadi dua bagian, yaitu 0,5% ditanggung oleh pemberi kerja dan 2,5% ditanggung oleh pekerja. Bagi pekerja mandiri, seluruh iuran tapera akan ditanggung sendiri.

Kebijakan ini menuai kritik karena memberatkan pekerja, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil. Pemotongan gaji sebesar 3% bisa dianggap signifikan bagi banyak pekerja, terutama mereka yang memiliki pengeluaran besar untuk kebutuhan sehari-hari.

Saat ini beban pungutan yang telah ditanggung pekerja atau yang biasanya mendapat “subsidi” dari pemberi kerja adalah sebesar 18,24% hingga 19,74% persen dari penghasilan pekerja. Beban ini semakin berat dengan depresiasi rupiah dan melemahnya daya beli.

Beban itu akan meningkat kalau tapera diberlakukan. Selain tapera, pekerja telah menanggung kewajiban membayar iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Jika diperinci lagi, upah pekerja dipotong untuk membayar iuran jaminan sosial ketenagakerjaan yang terdiri atas haminan hari tua 3,7%, jaminan kematian 0,3%, jaminan kecelakaan kerja 0,24% hingga 1,74%, dan jaminan pensiun 2%.

Jaminan sosial kesehatan adalah jaminan kesehatan sebesar 4% dan cadangan pesangon yang besarannya sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 24 Tahun 2004 berdasarkan perhitungan aktuaria sekitar 8%.

Jika ditilik dari motivasinya, barangkali iuran tapera ini semacam investasi uang pekerja untuk kebutuhan kepemilikan hunian bagi peserta. Peserta tentu akan memperhatikan pula hasil investasi.

Hasil dari tapera ini tentu saja tak bisa langsung dirasakan. Butuh waktu yang cukup lama. Berbeda dengan BPJS Kesehatan yang langsung bisa digunakan dan dirasakan manfaatnya ketika peserta sakit.

Selain itu, tapera boleh jadi justru tak tepat sasaran bagi kalangan yang sudah memiliki hunian. Kritik juga datang terkait transparansi dan pengelolaan dana tapera.

Para pekerja ingin memastikan dana yang dipotong dari gaji mereka dikelola dengan baik dan benar-benar digunakan untuk tujuan yang telah dijanjikan.

Saat ini masyarakat dihadapkan beberapa kasus investasi bodong. Sebut saja dugaan investasi fiktif PT Taspen hingga investasi di saham gorengan yang terjadi pada kasus PT Asuransi Jiwasraya.

Meski begitu, tapera juga punya potensi manfaat. Bagi banyak pekerja, terutama yang berpenghasilan rendah hingga menengah, tapera bisa menjadi cara untuk menabung dan berinvestasi dalam jangka panjang.

Dana yang terkumpul bisa digunakan untuk memiliki hunian yang layak pada masa depan. Dari tapera pemerintah berharap dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap kepemilikan rumah, terutama bagi mereka yang belum memiliki hunian sendiri.

Ini dapat membantu mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi di masyarakat. Selain itu,  dengan lebih banyak orang memiliki hunian sendiri diharapkan dapat tercipta stabilitas sosial yang lebih baik.

Kepemilikan rumah dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi keluarga yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup. Kebijakan tapera ini memang kontroversial dan memunculkan berbagai pendapat dari berbagai pihak.

Penting bagi pemerintah untuk mendengarkan kritik dan saran serta melakukan evaluasi terhadap kebijakan ini. Transparansi dalam pengelolaan dana dan komunikasi yang jelas tentang manfaat jangka panjang tapera akan sangat membantu mendapatkan dukungan dari masyarakat.

Selain itu, mekanisme yang lebih fleksibel mungkin perlu dipertimbangkan agar tidak membebani pekerja pada masa-masa ekonomi yang sulit.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 31 Mei 2024. Penulis adalah Manajer Video Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya