SOLOPOS.COM - ilustrasi study tour

Peristiwa kecelakaan bus pariwisata Trans Putera Fajar yang membawa rombongan acara perpisahan SMK Lingga Kencana, Depok, Jawa Barat, di Subang pada Sabtu (11/5/2024), membuka mata banyak orang dan kalangan ihwal pentingnya perencanaan matang sebelum menggelar pendidikan luar sekolah.

Peristiwa itu mengakibatkan 11 orang meninggal dan 53 orang terluka. Kecelakaan sejenis beberapa kali terjadi. Study tour adalah bagian pendidikan luar sekolah. Sebenarnya sangat baik untuk mengenalkan realitas dunia kepada pelajar formal yang jamak dibatasi tembok sekolah dan teori dari guru dan buku.

Promosi Semarang (Kaline) Banjir, Saat Alam Mulai Bosan Bersahabat

Mereka berekreasi sekaligus melihat dunia industri, dunia kerja, dan sumber pengetahuan yang tak ada di buku teks atau pembelajaran di dalam kelas. Mereka membutuhkan ilmu dan keterampilan demi mengembangkan diri sebelum melangkah ke jenjang berikutnya.

Pelaksanaannya harus direncanakan dengan matang agar segala kemungkinan buruk bisa dicegah. Study tour sebenarnya mengandung masalah pokok di bagian hulu. Pertama, penyelenggaraan study tour jamak menjadi proyek rutin untuk “menambah penghasilan” beberapa orang di sekolahan yang berelasi dengan orang-orang di biro perjalanan atau perusahaan bus wisata. Ini rahasia umum.

Dalam konteks ini solusi mendasar yang dibutuhkan adalah melarang menjadikan study tour sebagai kewajiban, apalagi terkait dengan kemampuan siswa/orang tua siswa yang berbeda. Anak dari keluarga miskin akan merasa minder ketika tak bisa membayar biaya study tour yang relatif mahal.

Dalam konteks ini study tour tak boleh menjadi program wajib. Bagi yang tak bisa ikut karena biaya, jangan dibebani tugas pengganti yang berat sehingga malah menjadi persoalan baru lagi. Program ini boleh diwajibkan di sekolah yang homogen secara ekonomi, misalnya sekolah swasta yang mahal, sekolah yang orang tua/wali murid berasal dari keluarga menengah ke atas.

Kedua, kecelakaan di study tour, yang sebenarnya bukan hanya sekali itu saja, tidak hanya yang di Subang itu, mengungkap kenyataan ketidakdisiplinan pemilik bus pariwisata menjalani uji kir. Ini persoalan penting dan mendasar yang menjadi wewenang otoritas perhubungan.

Penegakan aturan harus dilakukan tanpa kompromi. Bahwa semua jenis kendaraan angkutan barang dan penumpang wajib menjalani uji kir. Ketiga, tanggung jawab sekolah untuk memastikan study tour aman dari segi moda transportasi maupun aman secara fisik dan psikologis.

Kasus di Kabupaten Wonogiri, seorang guru melakukan pelecehan seksual kepada siswi di bus saat study tour, menunjukkan siswa harus aman dalam segala hal. Pengelola sekolah harus membuat prosedur operasional standar penyelenggaraan study tour sehingga orang tua tak khawatir melepas anak ikut kegiatan—yang seharusnya—menyenangkan itu.

Ketika masalah di bagian hulu study tour itu selesai, sebenarnya tidak ada lagi masalah. Study tour adalah bagian pendidikan luar sekolah yang memang penting, bahkan perlu. Penyelenggaraannya jangan membebani siswa/orang tua siswa yang memang tidak mampu.

Terapkan subsidi silang atau sistem lain yang berkeadilan dan mendorong sekolah menjadi inklusif. Perencanaan yang matang, mitigasi segala potensi hal buruk, dan kewaspadaan akan mencegah peristiwa buruk terjadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya