SOLOPOS.COM - Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) beraksi teatrikal memperingati empat tahun menghilangnya buronan KPK Harun Masiku di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (15/1/2024). ICW menuntut KPK untuk lebih serius dalam mencari buronan kasus dugaan suap penetapan anggota DPR periode 2019-2024. (Antara/ Aditya Pradana Putra)

Presiden Joko Widodo telah menunjuk sembilan orang anggota tim panitia seleksi pimpinan dan dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029 pada Kamis (30/5/2024). Mereka berasal dari berbagai latar belakang seperti birokrat, akademikus, dan aktivis.

Sembilan orang tersebut adalah Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Muhammad Yusuf Ateh selaku ketua tim dan Rektor Institut Pertanian Bogor Arif Satria selaku wakil ketua tim.

Promosi Skuad Sinyo Aliandoe Terbaik, Nyaris Berjumpa Maradona di Piala Dunia 1986

Kemudian anggota tim adalah Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Ivan Yustiavandana, Deputi Keuangan Kementerian Badan Usaha Milik Negara Nawal Nely, Kepala Sekretariat Wakil Presiden Ahmad Erani Yustika, Kepala Badan Strategi Kebijakan Hukum dan Hah Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Ambeg Paramarta, Dekan Fakultas Hukum Universitas Andalas Elwi Danil, Deputi Direktur Transparency International Indonesia Rezki Sri Wibowo, dan akademikus Universitas Airlangga Taufik Rachman.

Perincian anggota tim panitia seleksi itu adalah lima orang unsur pemerintah pusat dan empat dari elemen masyarakat. Komposisi keanggotan panitia seleksi ini berdasarkan Pasal 5 ayat (2) Peratutan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengangkatan Ketua dan Anggota Dewan Pengawasa KPK sebagai turunan Undang-undang tentang KPK.

KPK dibentuk  berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Lembaga yang bersifat independen ini diberi amanat melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan.

Upaya yang dilakukan KPK dalam memberantas korupsi adalah koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga pemeriksaan di sidang pengadilan. Semua itu dilakukan guna menciptakan kondisi negara yang bersih dari segala macam bentuk korupsi.

Tujuan mulia itu belakangan tereduksi setelah KPK ”dihantam sana-sini” lalu secara sengaja dilemahkan. KPK yang sebelumnya lembaga independen kemudian menjadi organisasi perangkat pemerintah di bawah kuasa presiden. Pegawai KPK yang dulu bersifat independen kini berstatus apartur sipil negara.

Belakangan KPK juga didera aneka masalah, pelanggaran etik hingga pidana, yang melibatkan unsur pimpinan hingga pegawai golongan terendah. Ketika melihat kondisi saat ini, dominasi unsur pemerintah dalam tim panitia seleksi pimpinan dan dewan pengawas KPK menimbulkan keraguan tentang niat baik untuk memperbaiki dan menguatkan lagi KPK.

Kondisi KPK saat ini telah babak belur dan kehilangan kepercayaan dari mayoritas publik di negeri ini. Bagaimana bisa menghasilkan pimpinan dan dewan pengawas KPK yang independen dan berintegritas ketika mayoritas tim seleksi adalah wakil pemerintah?

Idealnya anggota tim panitia seleksi pimpinan dan dewan pengawas KPK adalah orang-orang berintegritas dan independen. Ini pernah dipraktikkan dan menghasilkan KPK yang kuat dan independen.

Setelah pelemahan KPK secara sistematis, sangat logis kini publik mempertanyakan adakah niat pemerintah memperbaiki dan menguatkan lagi KPK? Kalau tidak ada, apa guna memilih pimpinan dan anggota dewan pengawas baru KPK? Hanya membuang-buang anggaran….

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya