SOLOPOS.COM - Ika Yuniati (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Tawaran mengajar kelas IV sekolah dasar (SD) di pelosok Ngawi, Jawa Timur, pada 2018 menggelitik pikiran saya yang kala itu sedang jenuh dengan rutinitas pekerjaan.

Pada hari yang ditentukan, saya dan rombongan sukarelawan mengajar sampai di sebuah sekolah dasar dengan fasilitas minim, gersang, dan tanpa perawatan. Kamar mandi tanpa pintu, tak ada air mengalir.

Promosi Primata, Permata Indonesia yang Terancam Hilang

Beberapa kursi rusak. Siswa harus berbagi tempat duduk. Halaman sekolah berupa tanah, berdebu saat musim kemarau. Seorang murid dengan seragam cokelat pramuka duduk di barisan paling depan. Itu sesi menulis impian atau cita-cita. Ia mengeluarkan kertas kemudian diserahkan di meja di depan.

“Blandhong, murid laki-laki berambut ikal itu lantang menyebut mimpinya saat besar nanti. Menjadi blandhong. Ia kemudian melepas senyuman sebentar sembari membayangkan hidupnya berkecukupan saat menjadi blandhong yang kaya raya.

Blandhong dalam bahasa Jawa adalah tukang menebang kayu. Ada juga yang memaknai sebagai akronim dalam bahasa Jawa yang berasal dari kata ambal, angkat, dan gendhong.

Ini merupakan istilah untuk buruh penebang kayu yang dipekerjakan Perum Perhutani. Di Ngawi pengertiannya bergeser menjadi para “pencuri” kayu atau penebang kayu secara ilegal.

Seorang koordinator blandhong yang tinggal di dekat tempat tinggal murid laki-laki tersebut terbilang sukses. Rumahnya luas dan mewah dibandingkan rumah warga lain, punya truk besar yang biasa digunakan untuk mengangkut kayu.

Ia juga tak harus punya pendidikan tinggi. Itu yang bikin si anak iri dan bermimpi sukses layaknya blandhong. Apakah hidup blandhong selalu berlimpah kenyamanan? Tentu saja tidak.

Sebagai penebang ilegal selalu berkejar-kejaran dengan polisi kehutanan. Menebang kayu tengah malam tanpa alat pelindung diri dan keamanan kerja. Seorang blandhong meninggal dunia karena tertimpa kayu yang dia tebang.

Pandangan hidup masyarakat Jawa nrima ing pandum, yang artinya pasrah menerima apa pun yang ditakdirkan, tapi cita-cita “sederhana” seorang bocah itu bukan bentuk kepasrahan yang layak dinormalisasi.

Mereka yang papa memang selalu dekat dengan berbagai kekurangan. Pilihan terakhir adalah melakukan upaya apa pun asalkan perut kenyang. Tindakan ilegal yang berisiko dianggap wajar asalkan bisa bertahan hidup.

Murid di kelas itu itu tak mau mengoreksi mimpinya menjadi guru, dokter, pengusaha, atau pekerjaan profesional lain yang lebih menjamin keamanan dan kenyamanan. Di tengah keterbatasan, menjadi penebang kayu ilegal lebih dari cukup. Bisa dilakoni tanpa modal, tanpa pikir panjang.

Pelaksana Tugas Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan teknologi, Tjitjik Sri Tjahjandarie, menyebut pendidikan tinggi itu tertiary education atau pendidikan tersier.

Ia harus lebih sering melihat realitas kehidupan masyarakat pinggiran. Hidup di menara gading memang hanya menghasilkan kebijakan-kebijakan nirempati, fokus pada hal-hal transaksional, jauh dari makna.

Pendidikan tak dianggap sebagai jalan suci memakmurkan rakyat, tapi dilihat dengan kacamata untung rugi. Cuci tangan pada kualitas pendidikan oleh para pengambil kebijakan ini tentu berbahaya.

Persentase lulusan SMA/sederajat dan perguruan tinggi memiliki korelasi yang sangat kuat dengan tingkat kemiskinan di Indonesia. Ini berarti makin banyak warga yang mengenyam pendidikan tinggi, makin rendah pula tingkat kemiskinan.

Apabila makin banyak penduduk berpendidikan tinggi, peluang menurunkan persentase kemiskinan semakin mudah. Cita-cita sederhana murid SD itu bukan semata-mata tanggung jawab dia dan keluarga.

Peran negara sangat penting mendorong pemeratan akses dan peningkatan fasilitas agar semua anak merasa senang dan nyaman belajar. Negara wajib memberikan ruang seluas-luasnya kepada anak bangsa yang ingin membangun mimpi.

Tujuannya adalah kesejahteraan, meningkatkan perekonomian, mengentaskan kemiskinan. Saya tidak berani membayangkan pada hari ini murid SD tersebut benar-benar menjadi penebang kayu ilegal.

Masa muda dihabiskan dengan melakoni pekerjaan fisik yang membahayakan, rentan dengan berbagai ancaman. Ini sama saja dengan negara lepas tangan, membiarkan rakyat mati pelan-pelan.

Konstitusi mengamanatkan pemerintah harus mencerdaskan kehidupan bangsa. Alinea IV Pembukaan UUD 1945 menyebut pemerintah negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pendidikan tinggi memang belum masuk dalam program wajib belajar. Saatnya kita mempertimbangkan pendidikan tinggi masuk dalam program wajib belajar. Bukan justru mendegradasi semangat dengan menyebut sebagai pilihan yang ketiga atau tersier.

Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi mengamanatkan tidak boleh ada mahasiswa yang putus kuliah karena alasan biaya. Pasal 76 undang-undang itu mengatur kewajiban negara memenuhi hak mahasiswa.

Pemerintah dan kampus wajib memastikan seluruh mahasiswa dapat menyelesaikan studi. Kontroversi pendidikan tinggi yang beberapa kali menyulut amarah rakyat mengemuka lagi dengan wacana kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) yang kemnudian dibatalkan.



Tak berselang lama, rakyat kembali dibuat skeptis. Kebijakan lain yang tak memihak rakyat bermunculan, mulai tabungan perumahan rakyat (tapera), revisi undang-undang tentang Polri dan TNI, hingga revisi Undang-undang Penyiaran yang mengancam demokrasi.

Lama-lama saya mulai berkompromi dengan suara jengah vokalis Efek Rumah Kaca, Cholil Mahmud, saat membawakan lagu Mosi Tidak Percaya. … Jelas kalau kami marah / Kamu dipercaya susah / Pantas kalau kami resah / Sebab argumenmu payah / Kamu tak berubah /  Selalu mencari celah / Lalu semakin parah / Tak ada jalan tengah.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 5 Juni 2024. Penulis adalah Manajer Program Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya