SOLOPOS.COM - Ilustrasi buku sastra Indonesia. (freepik.com)

Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi meluncurkan program Sastra Masuk Kurikulum bersamaan dengan perayaan Hari Buku Nasional pada Senin (20/5/2024).

Program Sastra Masuk Kurikulum sebagai penanda komitmen pemerintah meningkatkan minat membaca dan kemampuan literasi siswa yang menjadi salah satu tujuan Merdeka Belajar.

Promosi Mudik: Traveling Massal sejak Era Majapahit, Ekonomi & Polusi Meningkat Tajam

Program Sastra Masuk Kurikulum akan berlaku pada tahun ajaran 2024/2025 untuk jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA. Terdapat 177 judul buku sastra yang direkomendasikan bisa digunakan guru di sekolah dalam memberikan materi pembelajaran.

Rekomendasi itu terdiri atas 43 judul buku untuk jenjang SD/MI, 29 judul buku untuk jenjang SMP/MTs, serta 105 judul buku untuk jenjang SMA/SMK/MA. Buku-buku itu mencakup novel, cerita pendek, puisi, dan nonfiksi.

Program Sastra Masuk Kurikulum bukan menjadi mata pelajaran tersendiri. Buku-buku yang direkomendasikan itu bisa dijadikan bahan belajar pada mata pelajaran Bahasa Indonesia hingga IPA dan IPS atau kini dalam Kurikulum Merdeka menjadi mata pelajaran IPAS.

Pemilihan judul-judul karya sastra itu dilakukan oleh tim kurator yang terdiri atas sastrawan mumpuni dan guru-guru yang berpengalaman menggunakan karya sastra di kelas.

Buku-buku yang direkomendasikan tim kurator mencakup sastra-satra klasik seperti Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer hingga karya-karya baru seperti Laut Bercerita karya Leila S. Chudori.

Komik Mahabharata (2001) karya R.A. Kosasih dan Majalah Bobo: Edisi Koleksi 50 Tahun (2023) masuk daftar rekomendasi untuk tingkat SD/MI. Rekomendasi 177 judul buku itu ternyata memunculkan kontroversi di kalangan pencinta dan pemerhati sastra Indonesia.

Walakin, ini usaha yang baik, memformalkan pembacaan karya sastra di sekolahan sejak SD hingga SMA dan yang sederajat. Program Sastra Masuk Kurikulum itu bisa dikatakan telat, namun lebih baik telat daripada tidak sama sekali.

Program ini bisa menjadi ”budaya tanding” untuk kebiasaan anak-anak sekarang mengakses kanal informasi digital, yaitu mengajak dan membiasakan siswa membaca buku karya sastra yang bermutu.

Guru bisa menggunakan buku-buku sastra itu sebagai sumber belajar. Para orang tua atau wali siswa juga harus memahami pentingnya program Sastra Masuk Kurikulum.

Program penyediaan dan distribusi buku bacaan oleh pemerintah hendaknya mendukung program Sastra Masuk Kurikulum, terutama di sekolahan-sekolahan yang tak mempu menyediakan buku-buku sastra yang direkomendasikan itu.

Guru juga harus mendapat kebebasan memilih buku sastra di luar 177 judul yang direkomendasikan asalkan berkualitas baik dan sesuai umur siswa dan wilayah nalar siswa.

Artinya 177 judul buku itu hanya sebagai model atau acuan karena sangat banyak karya sastra Indonesia yang bermutu yang tidak mungkin hanya ”diringkas” menjadi 177 judul itu.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya