SOLOPOS.COM - Sabili Nur Fikri (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Belakangan program magang dipilih dan dijalani banyak mahasiswa. Terdapat berbagai alasan mahasiswa tertarik pada program tersebut. Pertama, menambah pengalaman. Kedua, memperluas relasi.

Ketiga, memperbagus curriculum vitae. Keempat, mencari penghasilan sampingan. Semua itu merupakan alasan yang lumrah bagi para mahasiswa yang mengikuti program magang. Banyak program magang dan yang terbaru adalah magang merdeka belajar kampus merdeka atau magang MBKM.

Promosi Semarang (Kaline) Banjir, Saat Alam Mulai Bosan Bersahabat

Ini program yang dipelopori Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. Magang MBKM ini pada awalnya bertujuan menjawab tantangan atas kapasitas perguruan tinggi yang belum dapat beradaptasi secara cepat mempersiapkan lulusan yang relevan sekaligus bermutu dalam lingkungan industri 4.0.

Tentu ini harus diapresiasi sebagai terobosan yang oleh banyak pihak program ini dianggap adaptif dan siap menjawab kebutuhan tenaga kerja pada era disrupsi. Sayang beribu sayang, program ini belum berjalan semanis konsepnya.

Terdapat banyak kekurangan bersifat teknis sehingga menyebabkan pelaksanaan program tidak sempurna dan tujuan mulia tersebut tak tercapai. Meskipun begitu, magang MBKM secara legal merupakan produk hukum yang sah karena dilindungi oleh payung hukum.

Dasar hukum MBKM adalah Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 53 Tahun 2023, terutama Pasal 16 ayat (4) huruf a, b, c, dan Pasal 18 ayat (4) huruf a dan b. Tentu pada setiap program yang dibuat pemerintah memiliki kelebihan dan kekurangan.

Program magang MBKM memang memiliki spirit yang mengajak mahasiswa adaptif dan siap bekerja setelah menjalani kehidupan pascakampus. Memang betul pada program ini mahasiswa diberi kebebasan memilih tempat magang sesuai dengan minat dan bakat.

Contohnya, mahasiswa fakultas hukum boleh memilih tempat magang di mana saja, baik instansi pemerintah maupun swasta, seperti Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, Pengadilan Negeri, Bank Mandiri, Pengadilan Tinggi, korporasi, kantor advokat, kantor notaris, dan sebagainya.

Syarat terpenting adalah tempat magang mahasiswa tersebut sesuai dengan mata kuliah yang akan direkognisi selama satu semester ke depan. Mahasiswa dapat mengakses lembaga-lembaga itu untuk magang.

Tentu ini sangat menguntungkan bagi mahasiswa. Mereka dapat menambah pengalaman, menambah relasi, mendapat ilmu pada tataran praktik, serta mempercantik curriculum vitae.  Di balik keunggulan dan sisi positif magang MBKM tentu ada juga sisi negatif yang menurut saya seharusnya tidak terjadi.

Kekurangsiapan pelaksana di tingkat kampus menyebabkan kekurangan kecil menjadi sangat fatal dan menyebabkan cita-cita program magang MBKM tersebut tidak tercapai. Banyak kampus yang menganggap MBKM sebatas mengizinkan mahasiswa belajar di luar kampus lalu kemudian seolah-olah kampus tidak bertanggung jawab atas ilmu yang didapat oleh mahasiswa maupun penunjang-penunjang lainnya.

Belakangan ini banyak kampus yang tidak memberikan modul materi kepada mahasiswa yang hendak melaksanakan magang. Tentu ini menimbulkan kebingungan di kalangan mahasiswa maupun instansi yang menerima.

Kampus tidak memberikan pedoman atau guide book tentang apa saja yang harus dilakukan pada hari pertama sampai kegiatan magang berakhir. Alhasil ini menimbulkan realitas mahasiswa yang magang di instansi-instansi tertentu hanya duduk-duduk layaknya pengangguran dan melihat pegawai atau karyawan tetap di instansi itu bekerja.

Tentu ini menjadi dilema bagi mahasiswa karena sangat rugi jika tidak ada kesadaran yang tinggi untuk mengeksplorasi ilmu pada sebuah instansi. Ini juga bukan sepenuhnya salah mahasiswa maupun instansi. Tentu yang seharusnya bertanggung jawab secara penuh adalah universitas sebagai ”wali mahasiswa”.

Seharusnya universitas memberikan alokasi dana untuk mahasiswa maupun untuk instansi sebagai uang saku atau sejenisnya. Sependek pengetahuan saya, mahasiswa pada awal semester sebelum melaksanakan magang MBKM tetap membayar uang kuliah tunggal (UKT) secara penuh dan tidak mendapatkan apa-apa.

Selama proses magang itu mahasiswa berada di luar kampus dan hampir tidak pernah mengunjungi kampus. Ironis ketika mahasiswa diperlakukan layaknya ”korban pemalakan”. Hal ini harus menjadi perhatian bersama agar ditemukan titik tengah bagi semua pihak, baik itu mahasiswa, universitas, maupun instansi tempat magang.

Kekurangan pada pihak kampus yang tidak memberikan modul penunjang sehingga mahasiswa terkesan santai-santai di tempat magang dan tidak mendapatkan ilmu apa-apa juga berimplikasi pada sikap para dosen di kampus yang menganggap magang MBKM itu tidak perlu dan bahkan sampai ada yang sangat tidak suka dengan program tersebut.

Kondisi yang mengkhawatirkan, namun inilah pil pahit yang dapat ditemukan sehari-hari dalam praktik pendidikan tinggi belakangan ini. Pada intinya konsep program magang MBKM memiliki cita-cita yang sangat mulia dan merupakan terobosan yang sangat baik yang dilakukan oleh pemerintah.

Hal sebaik itu hingga saat ini belum didukung secara sempurna oleh para stakeholders pelaksana, terutama kampus. Sungguh ironis dan harus menjadi perhatian kita semua apabila program yang bagus ini tidak kunjung menemui muara keberhasilan.

Akhir-akhir ini sedang hangat kontroversi magang di luar negeri, tetapi malah dipekerjakan secara sangat tidak layak. Hal ini menambah rentetan citra buruk program magang jika tidak segera diselesaikan.

Banyak korban percobaan tindak pidana perdagangan orang atau TPPO di kalangan mahasiswa membuktikan semakin banyak anak-anak negeri yang ingin mengikuti program magang, terlebih magang di luar negeri.

Semangat para mahasiswa ini seharusnya diakomodasi dan didukung dengan pelayanan mutu yang terjamin sehingga tidak menimbulkan ketakutan di kalangan mahasiswa yang hendak magang, khususnya magang di luar negeri.

Semoga pemerintah peduli terhadap hal-hal yang sebetulnya hanya berawal dari kesalahan kecil,  namun berakibat fatal. Kritik dan saran penting untuk meningkatkan semangat terus belajar dan mengevaluasi diri di kalangan mahasiswa.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 18 Juni 2024. Penulis adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya