SOLOPOS.COM - Tri Pujiati (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Pendidikan adalah kebutuhan primer setiap warga negara. Pendidikan juga menjadi fondasi kemajuan bangsa. Dengan pendidikan, kualitas bangsa bisa diukur. Jika pendidikan maju, otomatis sumber daya manusia juga berkualitas.

Kualitas pendidikan di Indonesia masih menjadi salah satu problem turun-temurun, padahal anggaran negara untuk pendidikan sangat tinggi dibandingkan dengan sektor lainnya, yakni 20% dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Promosi Nusantara Open 2023: Diinisiasi Prabowo, STY Hadir dan Hadiah yang Fantastis

Ini artinya pemerintah ”peduli” terhadap sektor pendidikan sehingga APBN yang salah satu sumber dananya dari pajak diprioritaskan untuk kemajuan bangsa. Uni Eropa merupakan salah satu role model pengelolaan pajak yang baik.

Banyak negara Uni Eropa merupakan negara dengan rasio pajak tertinggi di dunia. Hal ini terkonfirmasi pada 2020 dengan rata-rata rasio pajak Uni Eropa 33,5%. Denmark di posisi pertama sebagai negara dengan rasio pajak tertinggi di dunia, yaitu 46,5%, diikuti Prancis 45,4%, Belgia 43,1%, Swiss 27,6%, dan Lithuania 31,2%.

Dengan total produk domestik bruto (PDB) Uni Eropa tahun 2021 sebesar US$25,48 miliar, setara dengan Rp363.615,77 triliun, penerimaan pajak rata-rata Uni Eropa mencapai Rp121.811,33 triliun, setara dengan 43 kali penerimaan APBN ditambah penerimaan APBD seluruh kabupaten/kota di Indonesia tahun 2021 yang hanya Rp2.850 triliun.

Dengan kondisi seperti itu, negara-negara Eropa leluasa mengelola pajak dengan baik sehingga sektor pendidikan menjadi prioritas. Data Eurostat mengonfirmasi bahwa pemerintah Uni Eropa mengalokasikan pengeluaran untuk pendidikan hingga 671 miliar euro atau setara 5% dari PDB pada tahun 2020.

Tidak mengherankan Uni Eropa memberikan kuliah gratis bagi mahasiswa yang berasal dari kawasan ini, antara lain, Austria, Denmark, Finlandia, Yunani, Prancis, Jerman, Hungaria, Norwegia, Polandia, Slovenia, dan Swedia.

Pemerintah Jerman dan Norwegia memberlakukan kuliah gratis bagi mahasiswa dari negara lain, tidak terbatas Uni Eropa, termasuk untuk mahasiswa yang berasal dari Indonesia (Choirul Anam,2022).

Di Indonesia, pajak masih menjadi tulang punggung pendapatan nasional. Fakta ini memungkinkan pengelolaan pajak sangat strategis untuk didistribusikan ke pendidikan. Pada 2024, anggaran pendapatan negara yang diprioritaskan terhadap pendidikan mencapai Rp660,8 triliun atau 20% dari  APBN 2024.

Anggaran itu terbagi atas  alokasi belanja pemerintah pusat sebesar Rp237,3 triliun, transfer ke daerah Rp346,6 triliun, dan pembiayaan investasi Rp77 triliun. Anggaran pendidikan sebesar itu meningkat dibanding anggaran pendidikan tahun 2023 yang mencapai Rp612,2 triliun.

Melihat tingginya anggaran negara untuk pendidikan, kita harus melihat pula bahwa anggaran tersebut berasal dari pajak. Sebagai institusi yang terhubung langsung dengan peserta didik, pendidikan juga harus memberikan kontribusi lebih untuk meningkatkan kesadaran pajak.

Saat ini kesadaran atas pajak masih menjadi masalah klasik sehingga harus ditingkatkan. Oleh karena itu, kontribusi pendidikan atas kesadaran pajak juga sangat penting untuk diprioritaskan. Dunia pendidikan harus menjadi pionir pula agar bangsa Indonesia sadar pajak sejak dini.

Asumsi lemahnya kesadaran pajak sebenarnya pernah dibahas pada workshop bertajuk Tax Dissemination through Formal Education: Understanding Opportunities and Challenges yang diselenggarakan Direktirat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan pada 20-22 Maret 2013.

Akibat asumsi itu, ada keinginan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany (waktu itu) memasukkan isu dan wacana tentang perpajakan ke skema pembelajaran di ruang-ruang kelas. Disadari atau tidak, kesadaran atas pajak menjadi salah satu problem bangsa ini.

Kesadaran ini seyogianya harus menjadi prioritas sejak dini, yakni sejak di bangku sekolah. Mencekoki peserta didik dengan kesadaran pajak memiliki banyak tantangan. Salah satunya adalah persepsi negatif tentang pajak.

Selain itu, teknis untuk mengajarkan sistem perpajakan secara menyeluruh dan menyenangkan di ruang kelas juga merupakan tantangan yang sangat rumit. Ditambah lagi dengan kreativitas guru yang kurang mumpuni sehingga pembelajaran tidak sepenuhnya tersalurkan dengan baik.

Diakui atau tidak, pajak rakyat untuk negara sangat bermanfaat bagi pembangunan pendidikan, baik urusan saranan dan prasarana maupun sumber daya manusia. Banyak kebijakan dan peraturan pemerintah yang difokuskan untuk meningkatkan pendidikan.

Salah satunya adalah kebijakan insentif perpajakan bagi pelaku usaha. Pemerintah melalui kebijakan insentif perpajakan diarahkan untuk ikut mendukung pengembangan vokasi yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.010/2019 tentang Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas Penyelenggaraan Kegiatan Praktik Kerja, Pemagangan, dan/atau Pembelajaran dalam Rangka Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi Tertentu yang kita kenal dengan program Super Tax Deduction (Sakarinto, 2021).

Langkah pemerintah ini dimaksudkan agar dunia usaha dan industri turut menyokong perkembangan pendidikan vokasi. Kebijakan gotong royong ini juga sebagai upaya agar industri dan dunia usaha berinvestasi terhadap pendidikan vokasi.

Artinya dunia usaha tidak hanya berinvestasi terhadap barang dan jasa, namun juga terhadap sumber daya manusia yang dipersiapkan melalui pendidikan vokasi. Dari sinilah dapat dilihat bahwa pendapatan pajak tidak hanya melulu soal taat pajak.

Bisa pula dilakukan dengan super tax deduction untuk pengembangan dunia pendidikan, terutama pendidikan vokasi. Dengan pengembangan pendidikan vokasi, akan lahir generasi unggul yang siap bersaing di dunia kerja.

Selain itu, manfaat pajak adalah terselenggaranya pendidikan secara tuntas, berkualitas, dan menjangkau semua kalangan. Sudah saatnya setiap sekolah menyelenggarakan pendidikan sadar pajak sejak dini.

Tujuannya membantu pemerintah memperoleh kemudahan dalam penerimaan pajak yang selanjutnya diinvestasikan untuk dunia pendidikan. Dengan kesadaran penuh atas pajak, Indonesia akan mendapatkan pemerataan atas kualitas, mutu, dan pendidikan secara tuntas.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 8 Juni 2024. Penulis adalah dosen di Fakultas Tarbiyah IAIN Kudus, Jawa Tengah)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya