SOLOPOS.COM - Anik Sulistyawati (Istimewa/Solopos)

Solopos.com, SOLO – Di tengah kondisi geopolitik yang tak menentu, pemerintah semringah dengan indikator ekonomi Indonesia. Laporan terbaru menunjukkan inflasi pada Mei 2024 adalah 2,84% secara year-on-year.

Angka ini relatif kecil jika dibandingkan dengan sejumlah negara lain yang tergabung dalam G20,  seperti Rusia yang membukukan inflasi 7,84%, India 4,75%, Australia 3,6%, dan Amerika Serikat 3,3%.

Promosi Komeng The Phenomenon, Diserbu Jutaan Pemilih Anomali

Inflasi Indonesia yang relatif rendah tersebut beriringan dengan moncernya pertumbuhan ekonomi dalam periode yang sama, yaitu 5,11%.  Angka ini cukup mentereng saat Bank Dunia (World Bank) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global hanya 2,6% pada 2024.

Pada saat sorak-sorai merayakan rapor ekonomi makro itu  keresahan menggema di industri tekstil. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan terus membayangi sektor padat karya itu.

Keterpurukan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) ditandai dengan tumbangnya pabrik satu per satu sejak 2022.  Per Juni 2024 tercatat kurang lebih 13.800 buruh tekstil kena PHK dengan alasan efisiensi dan penutupan pabrik.

Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) melaporkan sebanyak satu juta karyawan dirumahkan atau terkena PHK pada akhir 2022 hingga 2023.

Angka PHK di industri TPT tersebut dihitung berdasarkan penurunan utilisasi kapasitas produksi yang terus terjadi di banyak pabrik. Terpuruknya industri TPT karena tekanan eksternal dan internal.

Dari sisi eksternal, kondisi geopolitik yang terus bergejolak, terutama konflik Rusia-Ukraina, menjadi penyebab utama permintaan ekspor produk TPT Indonesia turun, terutama dari Eropa dan Amerika Serikat.

Kondisi tersebut diperparah dengan invasi produk impor TPT, terutama dari China, baik secara legal maupun ilegal.  Cobaan yang mendera industri TPT  tak berhenti sampai di situ. Belum lama ini Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki mengungkapkan kekhawatiran terhadap aplikasi Temu.

Aplikasi digital cross-border tersebut diperkirakan akan memberikan dampak lebih mengkhawatirkan daripada Tiktok. Temu adalah aplikasi e-commerce asal China yang dikembangkan PDD Holdings, perusahaan yang juga mengoperasikan platform Pinduoduo.

Aplikasi ini diluncurkan pada September 2022. Temu meraih popularitas dalam waktu singkat karena menawarkan berbagai produk dengan harga sangat murah, yakni fashion, elektronik, kebutuhan rumah tangga, dan lainnya.

Aplikasi ini telah masuk ke setidaknya 58 negara dan meraih kesuksesan di beberapa negara, termasuk Jepang dan Korea Selatan, dengan menjadi salah satu aplikasi belanja teratas di App Store dan Google Play.

Aplikasi ini kabarnya telah masuk ke pasar Asia Tenggara, seperti Malaysia dan Filipina. Popularitas Temu didorong oleh harga yang kompetitif, investasi besar dalam pemasaran, dan promosi yang masif.

Aplikasi lokapasar tersebut kabarnya terhubung dengan 80 pabrik di China dan produknya bisa langsung diterima oleh seluruh konsumen di dunia. Temu dianggap lebih mengkhawatirkan daripada Tiktok Shop lantaran aplikasi tersebut tidak menggunakan reseller dan afiliator.

Jika aplikasi Temu benar-benar menjadi tamu di Indonesia, entah seperti apa industri TPT nanti. Dampaknya bukan hanya pada industri berskala besar. Temu juga berpotensi mengancam pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang hanya mampu berproduksi secara kecil-kecilan.

Ancaman Deindustrialisasi

Industri TPT Indonesia tampak masih tergagap menghadapi tantangan dalam urusan inovasi dan adaptasi terhadap teknologi baru. Banyak produsen lokal yang tidak mampu berinvestasi dalam teknologi modern untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk.

Produsen di luar negeri yang menggunakan platform seperti Temu sering kali memiliki teknologi dan inovasi yang lebih maju. Mereka  mampu menawarkan produk dengan kualitas lebih baik dalam jumlah masif dengan harga lebih rendah.

Dari sisi kebijakan saat ini memang telah ada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang perizinan berusaha, periklanan, pembinaan, dan pengawasan pelaku usaha dalam perdagangan melalui sistem elektronik yang dapat mengantisipasi masuknya aplikasi Temu.

Tampaknya peraturan ini belum cukup. Kampanye dan tindakan pemerintah belum mampu membendung banjir produk tekstil yang ilegal. Tengok saja di lokapasar atau media sosial, penawaran produk-produk tekstil impor tak terhenti seiring dengan tingginya permintaan pasar.

Jika tren impor terus meningkat tanpa ada perlindungan yang memadai bagi industri dalam negeri, sektor tekstil bisa mengalami deindustrialisasi. Ini berarti kapasitas produksi domestik menurun secara signifikan dan ketergantungan terhadap produk impor meningkat.

Deindustrialisasi dikhawatikan bisa melemahkan struktur industri nasional dan mengurangi kemampuan bersaing di pasar global. Berbagai masalah dalam industri TPT harus segera diatasi jika tak ingin sektor ini kian tenggelam.

Pemerintah seharusnys lebih serius dan ketat memberlakukan kebijakan perlindungan seperti tarif impor, kuota, atau regulasi antidumping untuk melindungi industri tekstil dalam negeri dari persaingan yang tidak sehat.

Langkah-langkah ini dapat membantu produsen lokal bertahan dan tumbuh di tengah tekanan dari produk impor murah. Pemerintah dan sektor swasta perlu bekerja sama meningkatkan daya saing industri tekstil dalam negeri melalui investasi dalam teknologi, pelatihan tenaga kerja, dan peningkatan efisiensi produksi.

Daya saing yang lebih kuat akan memungkinkan industri lokal bersaing di pasar global. Kampanye dan promosi untuk meningkatkan kesadaran dan preferensi konsumen terhadap produk tekstil lokal harus digiatkan guna meningkatkan permintaan domestik.



Memperkuat branding dan memperkenalkan produk lokal melalui berbagai saluran pemasaran dapat membantu mengurangi ketergantungan pada produk impor.

Inovasi teknologi seperti aplikasi Temu sebaiknya perlu benar-benar diantisipasi jangan sampai benar-benar menjadi tamu yang berpotensi menganggu atau memperburuk industri TPT dan UMKM yang saat ini dirundung kesulitan.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 18 Juni 2024. Penulis adalah Manajer Konten Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya